Cheng Beng, Ziarah Kubur, Sembahyang Kuburan Leluhur Tradisi Suku Tionghoa Indonesia dan Munurut Ajaran Buddha
Cheng
Beng Ziarah Kubur dan Perwujudan Rasa Bhakti kepada Leluhur
Cheng Beng, Ziarah Kubur,
Sembahyang Kuburan Leluhur Tradisi Suku Tionghoa Indonesia dan Munurut Ajaran Buddha
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Aku akan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan
mengadakan upacara setelah ayah dan ibu meninggal dunia. (Sigalovada Sutta)
Sukhā matteyyatā loke, atho petteyyatā sukhā’ti
”Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku
baik terhadap ayah juga kebahagiaan” (Dhammapada 332)
Hari Ceng Beng (Festival Ching Ming)
Hari Ceng Beng atau Qing Ming (Hanzi : 清明 / Hokkian : Ceng Beng). Hari Cengbeng sendiri adalah salah satu momen berkumpulnya keluarga
etnis Tionghoa selain hari raya Imlek.
Ceng Beng adalah suatu hari ziarah tahunan bagi etnis Tionghoa. Hari Ceng Beng biasanya jatuh pada tanggal 5 April untuk setiap tahunnya. Warga Tionghoa biasanya akan datang ke makam kuburan orang tua atau leluhur untuk membersihkannya dan sekalian bersembahyang/pai di makam tersebut sambil membawa buah-buahan, kue-kue, makanan, serta karangan bunga.
Ceng Beng adalah suatu hari ziarah tahunan bagi etnis Tionghoa. Hari Ceng Beng biasanya jatuh pada tanggal 5 April untuk setiap tahunnya. Warga Tionghoa biasanya akan datang ke makam kuburan orang tua atau leluhur untuk membersihkannya dan sekalian bersembahyang/pai di makam tersebut sambil membawa buah-buahan, kue-kue, makanan, serta karangan bunga.
Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan sukacita dan meriah. Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula.
Secara Awam, masih banyak yang belum jelas bahwa sebenarnya mengapa Ceng Beng itu selalu jatuh pada 5 April setiap tahunnya, dan bukannya mengikuti penanggalan kalender Imlek. Dalam tradisi Tionghoa, ada 2 penanggalan yang menggunakan penanggalan masehi. Yakni Ceng Beng dan Tang Che/Festival musim dingin.
Cheng Beng di
Indonesia selalu jatuh pada tanggal 3 – 4 dan 5 April setiap tahunnya, inipun
penulis tidak mengetahui benar, mengapa harus selalu tepat pada tanggal 4 – 5
April saja? Mungkin karena menurut penghitungan penanggalan Im-lek, setiap empat
kali dalam setahun hari raya Cen Beng ini akan jatuh pada tanggal 4 April.
Kelihatannya, kalender Tionghoa itu kalender bulan, tidak begitu halnya, karena ada faktor peredaran matahari di dalamnya, yaitu 24 posisi matahari. 1 posisi matahari adalah berjangka waktu 15 hari, ada 2 posisi matahari dalam 1 bulan. Posisi ini telah ada sejak zaman Huangdi (2697 SM, 4700 tahun lalu) didasarkan atas 12 cabang bumi yang diciptakan olehnya.
Penanggalan Tionghoa sendiri memperhitungkan peredaran matahari karena Tiongkok sejak dulu adalah negara agrikultur, mayoritas penduduk Tiongkok adalah petani dan petani harus menanam sesuai musim. Musim bergantung pada peredaran matahari, sehingga posisi matahari ditambahkan dalam kalender Tionghoa.
Adapun posisi penting peredaran matahari dalam kelender Tionghoa, Adapun lima festival itu adalah:
1. Lipchun (mulai musim semi) tanggal 5 Februari
★ Festival Musim Semi (Imlek), yang jatuh pada
tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek;
– Imlek memiliki makan khas Kue Keranjang,
2. Chunhun (tengah musim semi), tanggal 21 Maret (matahari berada di khatulistiwa)
★ Festival Cheng Beng/ Festival Ching Ming (cerah dan terang), 15 hari setelah Chunhun, jatuh
setiap tanggal 5 April menurut penanggalan Masehi; Festival tradisional Tiongkok
dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin
(atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi),
pada umumnya dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April di tahun kabisat (Wikipedia)
– Cheng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam,
3. Heche (tengah musim panas), tanggal 21 Juni (saat ini matahari berada pada 23.5 LU, siang terpanjang di belahan bumi utara/Tiongkok)
★ Festival Musim Panas, jatuh setiap tanggal 5
bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek;
– Musim Panas (Peh Cun, Indonesia) memiliki makan
Bakcang dan Kue Cang,
4. Chiuhun (tengah musim gugur), tanggal 23 September (matahari berada di khatulistiwa)
★ Festival Musim Gugur, jatuh setiap tanggal 15
bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek;
– Musim Gugur (Tiongchiu) memiliki makanan Kue
Bulan,
5. Tangche (tengah musim dingin), tanggal 22 Desember (saat ini matahari berada di 23.5 LS, malam terpanjang di belahan bumi utara/Tiongkok).
Dari 24 posisi matahari ini, maka Ceng Beng dan Tangche dijadikan festival penting dalam kebudayaan Tionghoa.
★ Festival Musim Dingin, jatuh setiap tanggal 22
Desember menurut penanggalan Masehi.
– Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang
Onde (Ciak Yi atau So I).
Dalam budaya masyarakat etnis Tionghoa, dalam setahun ada
dua persembahyangan yang ditujukan bagi keluarga yang telah meninggal, yaitu:
Sembahyang bulan 3 yang dikenal Cheng Beng, dan
Sembahyang di bulan 7 (Cit Gwee) yang dikenal Cioko atau Chau Tu. Apakah
bedanya?
Sembahyang Cheng Beng adalah sembahyang yang
ditujukan untuk keluarga yang telah meninggal yang masih dikenali, sedangkan
sembahyang Cit Gwee atau Cioko lebih bertujuan ditujukan kepada keluarga yang
telah dilupakan (makhluk¬makhluk terlantar) oleh sanak keluarganya, yang
terjadi karena keluarga mereka telah meninggal semua (generasinya habis) dan
keluarga mereka telah meninggalkan agama leluhurnya, menganut agama baru yang
tidak menekankan bhakti kepada leluhur.
Sebuah legenda asal mula Ceng Beng menceritakan tentang
kaum/etnis Tionghoa yang memang
punya tradisi yang sedikit banyak tertuju pada peringatan leluhur (sebutannya
“kia hao” atau “filial piety”, alias “rasa hormat anak pada orang
tua/leluhurnya”) . Makanya di rumah-rumah Tionghoa banyak ditemukan rumah abu
atau meja sembahyang leluhur. Karena itulah, nyekar juga menjadi satu kegiatan
wajib.
ChengBeng Ziarah Kubur Leluhur Tradisi Suku Tionghoa Indonesia Merupakan
Tradisi Sembahyang Kepada
Leluhur Orang Tua Yang Sudah Mendahului Kita. Cheng Beng Merupakan Kata Yang
Berasal Dari Bahasa Hokkien Juga Merupakan Festival Qing Ming.
Cheng Beng Sendiri Merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah
ke kuburan sesuai dengan ajaran Tao dan Khonghucu. Festival Cheng Beng tradisional Tiongkok ini
jatuh pada hari ke 104 setelah titik balik Matahari pada musim dingin (atau
hari ke 15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi), pada
umumnya jatuh pada tanggal 5 April, dan setiap tahun kabisat, Qing Ming jatuh
pada tanggal 4 April.
Asal
Mula Cheng Beng
Tradisi ini berasal dari tradisi kerajaan di zaman dulu. Ceng
Beng (baca : Qing Ming 清明節 ; hanzi tradisional = cerah
dan cemerlang) dipilih karena 15 hari setelah Chunhun, biasanya dipercayai
merupakan hari yang baik, cerah, terkadang diiringi hujan gerimis dan cocok
untuk melaksanakan ziarah makam. Sebelum zaman Dinasti Qin, ziarah makam hanya
monopoli dan hak para bangsawan. Namun setelah Qin Shi-huang mempersatukan
Tiongkok dan mengabolisi para bangsawan, rakyat kecil kemudian meniru tradisi
ziarah makam ini setiap Ceng Beng.
Pada sekitar tanggal 5 April di daratan Tiongkok
sudah mulai musim semi masuk ke musim panas. Udaranya nyaman, tidak dingin dan
juga tidak panas. Seratus bunga bersemi, daun pohon Yangliu sedang bertunas,
dan semua yang ada di muka bumi sedang tumbuh. Pada hari sebaik ini, semua
keluarga keluar rumah untuk menikmati hari yang cerah tersebut.
Sembari menikmati udara yang segar ini, mereka juga
membersihkan makam leluhur. Hingga sekarang Cheng Beng dijadikan momentum untuk
melakukan bakti dengan sembahyang ke makam leluhur.
Kegiatan
yang dilakukan berkaitan dengan Ceng Beng
Pada jaman dinasti Tang, implementasi hari Ceng Beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang dan membersihkan kuburan.
Yang hilang pada saat ini adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan.
Pada jaman dinasti Tang, implementasi hari Ceng Beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang dan membersihkan kuburan.
Yang hilang pada saat ini adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan.
Sudah
masuk masa² CENGBENG.
Sebagian etnis Tionghoa sudah mulai melakukan kegiatan bersih-bersih kubur
leluhur dan orang tua.
Selain
mencabuti rumput, perhatikan juga :
1.
Apakah ada bagian-bagian tegel yang pecah?
2. Apakah ada bagian bongpay yang pecah atau warna tulisan sudah pudar?
2. Apakah ada bagian bongpay yang pecah atau warna tulisan sudah pudar?
Jika sudah pudar, di cat/di tulisi kembali dengan
tinta warna. Mohon dapat dibedakan penggunaan tinta warna merah dan emas.
3. Juga apakah warna cat tempat bakaran kertas dan altar TUTIGONG nya sudah pudar?
3. Juga apakah warna cat tempat bakaran kertas dan altar TUTIGONG nya sudah pudar?
Segera
perbaiki bagian makam yang pecah, rusak, atau luntur. Dari segi Fengshui, tentu
sangat tidak baik apabila terdapat banyak pecah pada bagian tembok/tegel nya,
apalagi sampai tumbuh tunas pohon di pinggirnya! Itu disebabkan karena
kurangnya perhatian dari keluarga/ahli warisnya (bagi sebagian orang, ahli
waris = beban seumur hidup), sudah sangat jarang menengok makam orang tuanya,
bisa 3 tahun sekali baru datang ziarah.
Bersih-bersih
Makam
Acara dimulai dengan membersihkan makam keluarga
dari semak belukar, mengecat badan kuburan. Memberikan kertas kuning di tiga
titik di atas nisan.
Pada saat Cheng Beng menjelang,
masyarakat Tionghoa mendatangi makam keluarga mereka. Mereka datang untuk membersihkan makam-makam itu dari semak belukar, dari sinilah maka Cheng Beng berarti Bersih dan Terang, mengacu kepada makam leluhur yang dibersihkan.
Setelah makam bersih, mereka melakukan tradisi ”Teek Coa” dengan ”Ko¬Coa,” yaitu melempar emas atau perak (Gin Cua/Kim Cua) yang di beri dengan segumpal tanah kertas untuk menandai makam keluarga mereka.
masyarakat Tionghoa mendatangi makam keluarga mereka. Mereka datang untuk membersihkan makam-makam itu dari semak belukar, dari sinilah maka Cheng Beng berarti Bersih dan Terang, mengacu kepada makam leluhur yang dibersihkan.
Setelah makam bersih, mereka melakukan tradisi ”Teek Coa” dengan ”Ko¬Coa,” yaitu melempar emas atau perak (Gin Cua/Kim Cua) yang di beri dengan segumpal tanah kertas untuk menandai makam keluarga mereka.
Ada banyak cerita berkenaan dengan latar belakang munculnya
tradisi Cheng Beng, yang pada intinya semua cerita ini mengajarkan kepada kita
untuk memiliki bakti kepada kedua orang tua kita dan para leluhur. Mengingat
jasa¬jasa mereka amat sangat besar kepada kita, anak¬anaknya.
Dalam Sigalovada Sutta, kita bisa juga melihat
begitu besarnya jasa orang tua kepada anak¬anaknya. Mereka telah mencegah
anaknya dari tindakan jahat, mendorong anaknya berbuat kebajikan, memberi
anaknya pendidikan dan keterampilan, mencarikan pasangan, dan menyerahkan
warisan ketika saatnya tiba.
Tidak berlebihan kalau dalam Aṅguttara
Nikāya, Sang Buddha mengumpamakan ayah dan ibu laksana dewa, dewa tingkat
tinggi, yaitu Brahma, dengan ungkapan, ”Brahma ti matapitaro”. Dalam sutta ini,
Beliau pun menjelaskan bahwa orang tua, ayah dan ibu sebagai Pubba¬achariya,
guru awal, guru pertama bagi anak¬anaknya.
Dalam bagian lain dalam Kitab Aṅguttara
Nikāya, Sang Buddha menyatakan; ”Saya nyatakan bahwa ada dua orang yang tak
pernah bisa dibalas budinya. Siapakah keduanya itu? Ayah dan Ibu.”
”Walaupun seseorang menggendong ibunya di bahu
kanan dan ayahnya di bahu kiri, dan saat melakukan ini ia hidup seratus tahun;
jika ia melayani mereka dengan mengusapi mereka dengan minyak, memijat,
memandikan, dan menguruti kaki dan tangan mereka, seandainya mereka buang air
sekalipun, semua itu belumlah cukup yang dilakukannya terhadap orang tuanya,
dan ia belum membalas budi mereka. Seandainya seorang anak menempatkan orang
tuanya sebagai raja cakkavati yang memiliki tujuh harta, belum cukup juga yang
ia lakukan kepada orang tuanya, ia belum membalas budi mereka. Mengapa
demikian? Ayah dan ibu sungguh berjasa terhadap anak¬anaknya: mereka
melahirkan, membesarkannya, memberinya makan, dan menunjukkan dunia kepada
anaknya.”
”Namun, seseorang yang mendorong orang tuanya yang
tidak punya keyakinan, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan;
seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak bermoral, menempatkan dan
mengukuhkan mereka dalam kemoralan; seseorang yang mendorong orang tuanya yang
kikir, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kedermawanan; seseorang yang
mendorong orang tuanya yang tersesat dalam kegelapan batin, menempatkan dan
mengukuhkan mereka dalam kebijaksanaan. Anak seperti ini telah melakukan yang
cukup bagi orang tuanya; ia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas
budi terhadap apa yang dilakukan orang tuanya kepadanya.
” Karena itulah, berbahagialah kita sebagai anak
yang masih memiliki orang tua, kita masih memiliki kesempatan untuk membalas
jasa mereka. Tetapi bagi kita yang sudah tidak lagi memiliki orang tua, tidak
perlu bersedih, masih ada bakti yang dapat kita tunjukkan kepada mereka dengan
pelimpahan jasa (pattidana).
Dari kutipan Sigalovada Sutta dan Angutara Nikaya
tentunya kita sudah tau apakah tradisi Cheng beng sesuai dengan ajaran Buddha
apa tidak…??? Kalo kita berbicara tentang ritualnya, kita sebagai umat Buddha
harus mengupasnya dengan bijaksana
Dalam tradisi Cheng beng ada 2 jenis ritual yaitu :
1. Pai cho ( persembahan dengan daging² )
2. Pai Cheng ( persembahan dengan buah² an dan kue
)
Untuk yang Pai Cho biasanya ada istilah Sam se,
yaitu 3 jenis hewan, hewan yang hidup di darat, yang hidup di air dan yang
hidup di udara hewan yang hidup di darat biasanya berupa hewan babi , yang di
air seperti ikan , cumi dll, yang di udara hewan sejenis unggas yang bersayap
sprt ayam, bebek dll….
Pada saat orang
Tionghoa pergi bersembahyang di rumah maupun di kuburan leluhurnya, pada
umumnya mereka membawa masakan yang sudah matang. Makanan yang disajikan semua
makanan yang biasanya menjadi kesukaan almarhum dimasa hidupnya.
Sebagai umat Buddha lebih tepat merayakan Cheng
Beng dengan pilihan ke 2 yaitu Pai Cheng karna dalam ajaran Buddha tidak
menyarankan mengorbankan mahkluk lain untuk di persembahkan dan bila mengunakan
poin pertama kita harus lah memperhatikan hal² yang patut, jangan membunuh
mahkluk, beli daging siap saji atau kalengan
Dan ritual lainnya adalah persembahan peti kertas
yang isinya berbagai jenis, ada sepatu kertas, baju kertas, batangan mas kertas
dll dan juga pembakaran Kim Gin Cua yang uda di lipat sedemikian rupa……
Untuk ritual yang 1 ini sebagai umat Buddha boleh
melakukannya boleh tidak, tapi kita juga harus bijaksana bila ada saudara yang
masih melakukannya ya kita jangan menentang itu tidak baik dan mala akan
membuat pertentangan, yang terpenting cara berpikir kita uda kita rubah, kalau
pakaian kertas dan lain² itu gak akan bisa jadi apa² selain jadi abu bila
dibakar, kita anggap saja itu bagian dari tradisi sama halnya dengan Ritual
yang kita bahas sebelumnya….tidak bawa apa² juga gak apa², hanya dengan
membakar 3 dupa atau hanya beranjali dan bernamaskara dan dengan niat memberi
penghormatan kepada leluhur…atau bisa juga di bulan Cheng beng ini kita berdana
ke Vihara², berdana ke Bhikkhu Sangha, panti Jompo, panti asuhan dll, dan
kebajikannya kita limpahkan kepada para leluhur.
Fengshui Makam
oleh Ahli Fengshui Luo Yiming
Sudah mau Cengbeng, tidak ada salahnya
mengetahui sedikit Yin Fengshui (Fengshui kuburan). Berikut video rekaman Luis
Luo Yiming, pakar Fengshui Malaysia tentang fengshui kuburan ini.
Sumber:
https://www.facebook.com/tionghoainfo/videos/1201287419935037/
Jangan lupa untuk
membawa perlengkapan sembahyang, seperti lilin, hio/dupa, dan kertas perak
untuk ditabur diatas makam.
Lalu kenapa
disetiap kubur, diatasnya disebarkan/diletakkan kertas perak atau kuning setiap
kali selesai dibersihkan?
Konon
menurut cerita rakyat, asal mula ziarah kubur atau Ceng Beng ini berawal dari
zaman kekaisaran Zhu Yuan Zhang, pendiri Dinasti Ming (1368-1644 M). Zhu
Yuanzhang awalnya berasal dari sebuah keluarga yang sangat miskin. Karena itu
dalam membesarkan dan mendidik Zhu Yuanzhang, orangtuanya meminta bantuan kepada
sebuah kuil. Ketika dewasa, Zhu Yuanzhang memutuskan untuk bergabung dengan
pemberontakan Sorban Merah, sebuah kelompok pemberontakan anti Dinasti Yuan
(Mongol).
Berkat
kecakapannya, dalam waktu singkat ia telah mendapat posisi penting dalam kelompok
tersebut; untuk kemudian menaklukkan Dinasti Yuan (1271-1368 M); sampai
akhirnya Beliau menjadi seorang kaisar. Setelah menjadi kaisar, Zhu Yuanzhang
kembali ke desa untuk menjumpai orangtuanya. Sesampainya di desa ternyata
orangtuanya telah meninggal dunia dan tidak diketahui keberadaan makamnya.
Kemudian
untuk mengetahui keberadaan makam orangtua nya, sebagai seorang kaisar, Zhu
Yuan Zhang memberi titah kepada seluruh rakyatnya untuk melakukan ziarah dan
membersihkan makam leluhur mereka masing-masing pada hari yang telah
ditentukan. Selain itu, diperintahkan juga untuk menaruh kertas kuning di atas
masing-masing makam, sebagai tanda makam telah dibersihkan.
Setelah
semua rakyat selesai berizarah, kaisar memeriksa makam-makam yang ada di desa
dan menemukan makam-makam yang belum dibesihkan serta tidak diberi tanda.
Kemudian kaisar menziarahi makam-makam tersebut dengan berasumsi bahawa di
antara makam-makam tersebut pastilah merupakan makam orangtua, sanak keluarga,
dan leluhur nya. Hal ini kemudian dijadikan tradisi untuk setiap tahunnya.
Tujuan
dari perayaan Ceng Beng ini sendiri adalah agar supaya semua kerabat dekat,
saudara, anak-anak, bisa berkumpul bersama, agar hubungan semakin erat
terjalin. Meski sudah berbeda agama atau kepercayaan, bukan berarti sudah tidak
perlu datang untuk sekedar sungkem atau sekedar tengok ke makam orang tua. Itu
salah besar! Ziarah ke kuburan orang tua tidak ada hubungannya dengan ‘memuja
setan’. Semua bisa menyesuaikan sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Ada
yang berpendapat bahwa jika sudah masuk agama tertentu, sudah tidak perlu
pai/sembahyang ataupun sekedar untuk datang ke kubur orang tua, karena akan
dianggap berhala dsb. Mestinya harus diingat juga, bahwa tanpa orang tua,
kita-kita ini yang masih hidup tidak mungkin bisa ada di dunia. Jadi, jangan
lupakan orang tua kita. Luangkanlah waktu karena Ceng Beng hanya setahun
sekali.
Ada
yang berpendapat juga jika pegang hio/dupa tidak diperbolehkan bagi yang
menganut agama tertentu. Hal ini tidak jadi masalah, bisa sungkem saja. Tapi
menurut saya, jika masih menganggap diri sebagai orang Tionghoa, tentunya tidak
masalah hanya untuk sekedar pegang hio. Janganlah terlalu fanatik. Bukankah di
dunia ini tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk tidak menghormati
orang tua masing-masing?
Ketika
Cheng Beng
Kegiatan yang dilakukan adalah merawat altar
leluhur, mengadakan acara sembahyang. Keluarga yang merawat altar leluhur
adalah anak sulung, anak laki-laki pertama atau anak laki-laki yang diminta
oleh orangtua untuk merawat altar leluhur, maka bisa disebut keluarga inti.
Keluarga inti ini akan menyiapkan kebutuhan utama
untuk sembahyang di makam, seperti sesajian teh, arak, buah-buahan seperti
pisang, nanas, anggur, apel, jeruk, kue mangkok, kue lapis, kue mutiara, bolu,
aneka permen warna-warni, daging babi panggang asin dan merah, ayam rebus
beserta jeroan, cumi sotong besar, sawi hijau utuh yang direbus, nasi, dan
sayuran yang sudah dimasak, bunga warna-warni, lilin, kertas sembahyang, serta
tidak ketinggalan baju, paspor, uang-uang kertas.
Sesaji di atas, dipercayai untuk mengundang pesta
leluhur, di mana diyakini leluhur berada di alam bawah atau atas juga melakukan
kegiatan yang sama persis dengan kita.
Menyiapkan sesaji dan menatanya dengan cantik,
lilin dinyalakan dan sembahyang dimulai di altar dewa bumi.
Ketika lilin yang dinyalakan pada altar sudah
mencapai setengah, ibu dari keluarga inti membawa dua keping logam yang sama
bertanya dengan sujud kepada dewa bumi atau leluhur, apakah sudah berkenan
dengan sesaji yang dipersembahkan dan melempar koin tersebut. Jika muka koin
sama berarti masih belum selesai, muka koin berbeda berarti pesta sudah
diterima dan usai.
Jika sudah Selesai Maka, mulailah keluarga akan
membereskan sesaji yang diberikan, dan mulai membagi-bagikan makanan kepada
sanak keluarga. Biasanya, mereka akan membuka bekal dan berkumpul di tempat
berteduh untuk makan bersama, atau pergi ke restoran untuk beramah tamah.
Filosofi yang gak kurang penting dari perayaan
Cheng Beng selain penghormatan kepada leluhur dan pelimpahan jasa, bagi yang
hidup Cheng Beng juga bisa mempererat tali persaudaraan, karna kebiasaan suku
Tionghua pada bulan Cheng Beng semua pada pulang kampung ( bagi yang merantau
jauh ) di Medan klo bln Cheng Beng biasanya penginapan dan hotel Penuh semua.
Jadi bagi Umat yang masih sendiri² ke kuburan kui
cua ”Teek Coa”, rubah la …ajak bersama², saudara² kita untuk bersama Kui cua,
agar terjadi silaturami yang erat antar saudara dan generasi berikutnya dan
tidak akan pernah putus tali persaudaraan…itu lah filosofi Cheng Beng yang
sangat luar biasa.
Melaksanakan
Sembahyang Cengbeng
Cengbeng adalah salah satu momen berkumpulnya sanak
family
Yup!
Ini adalah puncaknya. Momen berkumpul bersama keluarga besar saat Imlek
terulang kembali; dan inilah inti dari rangkaian kegiatan persembahyangan
Cengbeng sebenarnya. Selain itu, kita juga diingatkan pada jasa-jasa orang
tua/leluhur yang telah mengasuh dan membesarkan kita sampai jadi orang saat
ini. Ingatlah, tanpa mereka, kita tidak akan pernah ada. Jangan seperti jadi
orang yang minum air namun lupa sumbernya!
Jangan sampai ada anggapan bahwa jika sudah beragama non Tionghoa maka
sudah tidak perlu lagi ikut-ikutan sembahyang kubur, karena akan dianggap
menyembah setan dan berhala. Anda-anda masih dapat ikut berpartisipasi dalam
membersihkan makam, menyiapkan makanan; terlepas apakah nantinya anda akan
menyantap makanan nya atau tidak (Fakta : sebagian orang sudah
tidak mau lagi menyantap makanan bekas sembahnyang orang tuanya!),
dan ikut sungkem pada saat sembahyang bersama dilakukan. Berdoalah menurut
keyakinan Agama dan kepercayaan anda, itu sudah lebih dari cukup untuk
menunjukkan tanda bakti anda.
Banyak kejadian saat ini makam-makam Tionghoa sudah
tidak terurus karena ahli waris/anak-anak ‘si empunya makam’ sudah enggan
mengurusnya dengan alasan sangat sibuk dengan bisnisnya. Akibatnya makam
ditumbuhi rumput dan tanaman liar yang merambat. Yang paling sial, si empunya
makam tidak memiliki anak lelaki sebagai penerus marga dan penanggung
‘kewajiban’ keluarga (Fakta : dalam etnis Tionghoa,
anak laki-laki sangat diprioritaskan dalam keluarga meski terlahir sebagai anak
paling bontot bungsu).
Anak perempuan
biasanya hanya akan ikut suaminya, dan syukur-syukur masih mengirimkan uang
‘santunan’. Jika tidak, maka kuburnya tinggal ditunggu saja kapan akan
dibongkar pengelola makam (tidak tahu tulang belulangnya akan dikemanakan, bisa
jadi hanya dibuang di got atau tempat sampah), atau ditimpali dengan makam baru
(ini biasa terjadi di kompleks perkuburan yang sudah penuh sesak dan tidak ada
lahan baru).
Tidak sedikit yang akhirnya
menulis surat wasiat agar kelak nantinya dingaben kremasi saja ketimbang dikubur
daripada kelak menjadi beban.
Kremasi wajib
dilakukan di negara yang padat penduduknya
Jadi kesimpulannya adalah lakukan lah perayaan
Cheng Beng dengan bijaksana dan dengan pengertian benar.
Bagi Umat Buddha bisa
membacakan Paritta Suci secara Bersama² yang hadir
pada saat Cheng Beng. Bersikap Anjali, yaitu merangkapkan tangan
di depan dada. Boleh berdiri maupun duduk bersila atau
Bersikap Namaskara, yaitu menghormati dengan cara bersujud, dengan sikap
sempurna, anjali, (tangan dirangkapkan di depan dada, berlutut, duduk di atas
tumit dan jari - jari kaki menopang berat badan) Lihat keadaan situasi dan sikap sesuai keinginan menurut anda
yang terbaik.
Paritta Tata Cara dan UPACARA KEMATIAN
A. MEMBERSIHKAN JENAZAH
● Pubbabhāganamakāra/Vandanā
● Paṁsukulā Gāthā
● Mahā Jaya Maṅgala Gāthā
B. MENJELANG DIBERANGKATKAN KE MAKAM/ KE KREMATORIUM
● Pubbabhāganamakāra/Vandanā
● Tisaraṇa
● PAÑCASĪLA (Lima Latihan Sīla) Bila almarhum/almarhumah
Upa/Upi, Pandita
● Buddhānussati
● Dhammānussati
● Saṅghānussati
● Saccakiriyā Gāthā
● Pabbatopama Gāthā atau Dhammaniyāma
Sutta
● Tilakkhaṇādi Gāthā
● Paṁsukulā
Gāthā
(Dimulai dari: Aniccā vata . . . .)
● Samādhi/ Meditasi
Pandita/ Pemimpin Upacara:
Saudara-saudara seDhamma marilah kita
memancarkan pikiran
cinta kasih kita pada almarhum/almarhumah: .
. . . . . . . yang
telah mendahului kita . . . . . . . .
hari/tahun yang lalu.
Semoga saudara kita almarhum/almarhumah dalam
perjalanan
di alam kehidupan selanjutnya selalu
mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan, hingga akhirnya tercapai
Kebebasan Abadi (Nibbāna).
Semoga Sang Tiratana selalu melindunginya.
Samādhi/ Meditasi dimulai...
Pandita/ Pemimpin Upacara: (Pada akhir
Samādhi)
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā; atau
Sabbe sattā sadā hontu, averā sukhajīvino.
● Dhammadesanā
(Khotbah Dhamma) pendek
● Ettāvatā
a. Ettāvatā, tiga kali (Devā,
bhūtā, sattā)
b. Idaṁ vo . . . . (tiga kali)
c. Ākāsaṭṭhā . . . .
Ciraṁ rakkhantu: saudara . . . . . (nama almarhum/
almarhumah).
d. Ākāsaṭṭhā . . . .
Ciraṁ rakkhantu: maṁ paraṁ ti.
C. DI MAKAM/DI KREMATORIUM
● Pubbabhāganamakāra/Vandanā
● Buddhānussati
● Dhammānussati
● Saṅghānussati
● Saccakiriyā
Gāthā
● Paṁsukulā Gāthā
(Dimulai dari: Aniccā vata . .
. .)
Pada waktu membacakan Aniccā
vata . . . .
Pandita menabur bunga di atas
peti jenazah.
● Sumaṅgala Gāthā II
Catatan : Bila keadaan
memungkinkan, bisa diberikan
khotbah Dhamma singkat.
D. BENTUK NISAN
Di makam, nisan berbentuk
sebuah STUPA.
PERINGATAN KEMATIAN
A. PERINGATAN KEMATIAN: 3 HARI,
7 HARI, 49 HARI, 100 HARI, 1 TAHUN, DAN SEBAGAINYA
● Pubbabhāganamakāra/Vandanā
● Tisaraṇa
● PAÑCASĪLA (Lima Latihan Sīla) Bila almarhum/almarhumah
Upa/Upi, Pandita
● Buddhānussati
● Dhammānussati
● Saṅghānussati
● Saccakiriyā
Gāthā
● Karaṇīya Mettā Sutta
● Ariyadhana
Gāthā
● Samādhi/
Meditasi
Pandita/
Pemimpin Upacara :
Saudara-saudara seDhamma marilah
kita memancarkan pikiran
cinta kasih kita pada
almarhum/almarhumah: . . . . . . . . yang
telah mendahului kita . . . .
. . . . hari/tahun yang lalu.
Semoga saudara kita almarhum/almarhumah
dalam perjalanan
di alam kehidupan selanjutnya
selalu mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan, hingga
akhirnya tercapai Kebebasan Abadi (Nibbāna).
Semoga Sang Tiratana selalu
melindunginya.
Samādhi/
Meditasi dimulai...
Pandita/
Pemimpin Upacara : (Pada akhir
Samādhi)
Sabbe sattā bhavantu
sukhitattā; atau
Sabbe sattā sadā hontu, averā
sukhajīvino.
● Dhammadesanā
(Khotbah Dhamma) pendek
● PATTIDĀNA
● Ettāvatā
a. Ettāvatā, tiga kali (Devā,
bhūtā, sattā)
b. Idaṁ vo . . . . (tiga
kali)
c. Ākāsaṭṭhā . . . .
Ciraṁ rakkhantu: saudara
. . . . . . . . (nama almarhum/ almarhumah).
d. Ākāsaṭṭhā . . . .
Ciraṁ rakkhantu: maṁ paraṁ ti.
B. ZIARAH DI MAKAM
● Pubbabhāganamakāra/Vandanā
● Saccakiriyā
Gāthā
● Idaṁ vo . . . . (tiga
kali)
Bila ada waktu memungkinkan
boleh Baca Paritta Suci lengkap pada uraian PERINGATAN KEMATIAN pada bagian A.
PERINGATAN KEMATIAN: 3 HARI, 7 HARI, 49 HARI, 100 HARI, 1 TAHUN, DAN
SEBAGAINYA.
Isi Lengkapnya yang akan di baca lihat Kitab Parita Suci Theravada !!!. Pdf
Isi Lengkapnya yang akan di baca lihat Kitab Parita Suci Theravada !!!. Doc
https://drive.google.com/file/d/0B5MWJC_vv2FyWXZyS3hTME1Kclk
https://docs.google.com/document/d/1YyM41tfeSHluHLnQAZC4JnzLDlbL5gFyDtKoIZMmaCc
https://docs.google.com/document/d/1YyM41tfeSHluHLnQAZC4JnzLDlbL5gFyDtKoIZMmaCc
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.sakyazone.dmpd
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.mobincube.android.sc_85FIW.app_41812
https://play.google.com/store/search?q=Dhammapada%20Indonesia&c=apps
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.mobincube.android.sc_85FIW.app_41812
https://play.google.com/store/search?q=Dhammapada%20Indonesia&c=apps
E-paritta Android
Untuk AmazinG !!! "Friends ~ Rekan"
Telah Beredar E-paritta Android, Download di PC, Tablet dan Smartphone anda.
Miliki Segera.!
Anda Pasti Untung, Rugi kalau tidak memiliki E-paritta Android.
Umat Buddha seDhamma, semoga informasi ini bermanfaat...
E-paritta Android: http:// eparitta.googlecode.com/ files/eParitta_5.apk
iOS: download "Pocket Paritta" di appstore
BlueStacks Android Package File (.apk)
Untuk agar Bisa Menjalankan di PC Donload dahulu dan Instal Program : http://www.bluestacks.com/
Program Ini bisa daftar BB di PC
Untuk AmazinG !!! "Friends ~ Rekan"
Telah Beredar E-paritta Android, Download di PC, Tablet dan Smartphone anda.
Miliki Segera.!
Anda Pasti Untung, Rugi kalau tidak memiliki E-paritta Android.
Umat Buddha seDhamma, semoga informasi ini bermanfaat...
E-paritta Android: http://
iOS: download "Pocket Paritta" di appstore
BlueStacks Android Package File (.apk)
Untuk agar Bisa Menjalankan di PC Donload dahulu dan Instal Program : http://www.bluestacks.com/
Program Ini bisa daftar BB di PC
Cheng Beng dan Ajaran Buddha
Generasi sekarang perlu memberikan penghormatan
dengan memahami intisari dari tradisi dan adat yang diturunkan oleh leluhur
kita. Bagaimana agama Buddha melihat tradisi ini?
“Cheng Beng merupakan salah satu bentuk bakti anak
ke orangtua yang telah meninggal dan leluhur. Cheng Beng bukan hari raya agama
Buddha, tetapi dalam agama Buddha, wujud bakti merupakan hal yang sangat
penting, di antaranya kewajiban anak kepada orangtua setelah mereka meninggal
dan menjaga kuburan,” ujar Bhiksu Sakya Sugata.
Menurut bhiksu yang akrab dipanggil Suhu Neng Xiu
ini, cara kita mengenang mereka adalah dengan melakukan perbuatan baik kemudian
melimpahkan jasa untuk mereka. Bakti anak kepada orangtua bukan hanya
diwujudkan dengan membahagiakan orangtua saat masih hidup, namun juga setiap
saat melimpahkan jasa kepada mereka, bukan hanya saat Cheng Beng. Jasa orangtua
begitu besar, kita tidak mungkin membalasnya. Kita hanya bisa membalasnya
sangat kecil. Itulah mengapa seumur hidup kita harus selalu mendoakan dan melimpahkan
jasa kepada orangtua.
Suhu Neng Xiu berpesan, jangan memberikan
persembahan dari hasil pembunuhan binatang, “Yang terpenting adalah jangan
melakukan pembunuhan di bulan ini, karena kita yakin bahwa dengan upacara
sembahyang kepada leluhur diharapkan bisa membawa leluhur terlahir di alam
lebih baik. Tidak mungkin kita mengorbankan makhluk lain untuk mendoakan
leluhur kita keluar dari penderitaan.”
A. Doa
Sembahyang Ching Bing Untuk Arwah Umum :
Puji dan syukur kami naikkan, Thian, Tuhan
Yang Maha Esa telah berkenan kami berhimpun bersama pada hari Ching Bing hari
Gilang Gemilang yang suci ini, melaksanakan upacara pengenaan dan penghormatan
bagi arwah para leluhur, orang tua maupun saudara kami yang telah mendahulu.
Kami panjatkan do’a kiranya Thian berkenan menerimanya didalam cahaya kemuliaan
kebajikan, sehingga damai dan tenteram yang abadi boleh besertanya.
Diperkenan pula kiranya kami naikkan hormat
puji kepada yang kami hormati : Malaikat Bumi (Hok Tik Cing Sien) yang selalu
menjadi perawat bagi kehidupan di semesta alam atau di atas dunia ini.
Dipermuliakanlah.
Dipermuliakanlah.
Kehadapan yang kami hormati Hok Tik Cing
Sien, kami naikkan hormat atas segenap kasih dan perawatan yang telah diberikan
atas kehidupan di bumi ini maupun bagi arwah para leluhur, orang tua maupun
saudara kami yang telah mendahului itu.
Penghormatan ini kiranya menjadi pendorong
bagi kami untuk selalu berperilaku luhur dan mulia sebagai yang Thian firmankan
serta yang dilambangkan oleh nama yang kami hormati, bahwa kebahagiaan /
Rakhmat (Hok) dan Kebajikan (Tik) adalah merupakan kesatuan, kemanunggalan
yang tak terpisahkan.
Dipermuliakanlah.
Dipermuliakanlah.
B. Sembahyang
Ching Bing untuk arwah leluhur :
Para arwah leluhur, orang tua dan saudara
kami yang telah jauh, pada hari Ching Bing, hari yang gemilang dan suci ini,
terimalah hormat kami. Kami kenangkan bersama masa – masa lampau para leluhur
yang telah serta sebagai peletak dasar peradaban dan penerus kehidupan ini.
Kami yakin, segala yang mulia itu telah terbit dari Kebajikan, berbuah dari
pengorbanan dan pengabdian para leluhur.
Sungguh, ini patut dan wajib kami kenang,
kami hayati dan kami suriteladani sehingga menjadi pedoman dan teguh didalam
Iman menghadapi tantangan dan segenap kewajiban hidup kami.
Saat ini semuanya kami sajikan dengan setulus
hati dan sepenuh Kebajikan akan persembahan pernyataan bakti kami. Semoga,
semua ini, para leluhur berkenan menerima sebagai pernyataan hormat dan
kenangan suci kami. Kami yakin, Thian telah berkenan tempat yang sentosa bagi
para leluhur dan para yan telah mendahului kami.
Dipermuliakanlah.
Dipermuliakanlah.
“ Hati – hatilah pada saat orang tua
meninggal dunia, janganlah lupa memperingati leluhur sekalipun yang telah jauh.
Dengan demikian rakyat akan tebal kembali kebajikannya ”. (Lun Gi I : 9)
Adapun yang dinamai berbakti ialah
Dapat melanjutkan cita – cita mulia dan
Dapat mengikuti usaha mulia dari
Leluhurnya (Tiong Yong XVIII : 2)
Dapat melanjutkan cita – cita mulia dan
Dapat mengikuti usaha mulia dari
Leluhurnya (Tiong Yong XVIII : 2)
Laku bakti kepada orang tua
Tidak melanggar kesusilaan :
“ Pada saat hidup layanilah sesuai dengan Kesusilaan’
Saat meninggal dunia makamkanlah
Sesuai dengan Kesusilaan dan
Sembayangilah sesuai dengan Kesusilaan “
(Lun Gi II : 5)
Tidak melanggar kesusilaan :
“ Pada saat hidup layanilah sesuai dengan Kesusilaan’
Saat meninggal dunia makamkanlah
Sesuai dengan Kesusilaan dan
Sembayangilah sesuai dengan Kesusilaan “
(Lun Gi II : 5)
Selamat merayakan
festival Cengbeng!
Mari Kita Bantu
Sebarkan Sebanyak² nya atau Kirim keTeman -Teman Agar Banyak yang
Tau, Mengerti dan Banyak yang Tersadarkan.
Link dan Share untuk
Pencerahan yang Lain.
Semoga Bermanfaat untuk Kita semua Sobat.
Semoga Kita Selalu Sehat Wallafi'at.
Semoga Bermanfaat untuk Kita semua Sobat.
Semoga Kita Selalu Sehat Wallafi'at.
_/l\_ ❤ ♡ Ǻηύ♍σđªņă ♡ ❤ _/l\_
“Sαββε Sᆆα βђαvαπ†u Sukђi†α††α”
สัพเพ สัต ตา ภะ วัน ตุ สุขิตัต ตา
“Semoga semua makhluk berbahagia.”
สาธุ, สาธุ, สาธุ … ! Sādhu ..., Sādhu ..., Sādhu … !
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming
http://siamamuletgallery.com/blog/sembahyang-kuburan-cheng-beng-menurut-ajaran-buddha/
http://buddhazine.com/cheng-beng-dan-perwujudan-rasa-bakti-kepada-leluhur/
http://asalusulbudayationghoa.blogspot.com/2010/04/ceng-beng.html
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=958833320819659&set=a.801300213239638&type=3&theater , https://goo.gl/Gc4y1e
http://djonliem.blogspot.com/2016/03/cheng-beng-ziarah-kubur-dan-perwujudan.html
http://www.tionghoa.info/hari-ceng-beng-festival-ching-ming/
https://www.facebook.com/tionghoainfo/
.
SEDEKAH Membuat hati senang, tenang dan rejeki lancar.
Maka bersekahlah.
Maka bersekahlah.
Mari kita menggalang dan membantu:
] YAYASAN METTA KARUNA ]
Jln. Perintis, K.M 9, Dsn. XV, Simpang Empat, Kec. Simpang
Empat, Kab. Asahan, Prov. SumateraUtara, INDONESIA.
Sekretariat : Jln. PERINTIS No.120, Dsn. XIX, Simpang Empat -21271, Kec. Simpang
Empat, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Jln. Perintis, K.M 9, Dsn. XV, Simpang Empat, Kec. Simpang
Empat, Kab. Asahan, Prov. SumateraUtara, INDONESIA.
Sekretariat : Jln. PERINTIS No.120, Dsn. XIX, Simpang Empat -21271, Kec. Simpang
Empat, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Bahwa diagnosa dan sakit apapun bisa sembuh karena Tuhan
Yang Maha Esa memang menghendakinya, "Obatilah orang yang sakit dengan
sedekah."
Pelimpahan Jasa untuk keluarga yang telah meninggal juga bisa terbantu dalam Berdana.
Pelimpahan Jasa untuk keluarga yang telah meninggal juga bisa terbantu dalam Berdana.
Jangan takut besedekah, takkan berkurang hartamu bila
sering bersedekah…!
Salurkan Amal Kebajikan Zakat, Infaq, Hibbah Warisan
Harta/Benda, dan Sedekah (Sodaqoh/Dana) Anda dengan Rela dan Ikhlas.
Dana dapat di Salurkan/ Transfer ke Rekening:
BANK CENTRAL ASIA ( B C A ) KCP Tanjung Balai a/n DJON No.Rek: 052 100 5300, atau
BANK SUMUT KC Kisaran a/n Vihara Metta Karuna No.Rek: 260.02.03.002692-9.
BANK CENTRAL ASIA ( B C A ) KCP Tanjung Balai a/n DJON No.Rek: 052 100 5300, atau
BANK SUMUT KC Kisaran a/n Vihara Metta Karuna No.Rek: 260.02.03.002692-9.
Bagi
umat yang ingin turut berpartisispasi dalam proses pembangunan dapat
menghubungi Panitia Pembangunan, Contact Person, Konfirmasi Dana dan
Informasi :
# – UP. Djon
☎ Hp: +62 853 6153 6598, ✆ Hp: +62 852 6013
5090, Pin BB:5D2B8D12 .
Jangan segan untuk mengulurkan tangan anda, tetapi jangan
juga segan untuk menjabat tangan orang lain yang datang pada Anda.
Kami mengucapkan Banyak Terima Kasih kepada para Dermawan,
para Donatur, serta para Simpatisan Atas dukungan dan kepercayaan yang telah
diberikan dalam Kebersamaan turut Partisipasi dan Peduli Membantu Mensukseskan
Program² YAYASAN METTA KARUNA.
_/l\_ ❤ ♡ Ǻηύ♍σđªņă ♡ ❤ _/l\_
“Sαββε Sᆆα βђαvαπ†u Sukђi†α††α”
สัพเพ สัต ตา ภะ วัน ตุ สุขิตัต ตา
“Semoga semua makhluk berbahagia.”
สัพเพ สัต ตา ภะ วัน ตุ สุขิตัต ตา
“Semoga semua makhluk berbahagia.”
สาธุ, สาธุ, สาธุ... ! ڪȃԃħǜ..., ڪȃԃħǜ..., ڪȃԃħǜ… !
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar