Sabtu, 09 April 2016

1 Januari 2016, MEA Mulai Diberlakukan



1 Januari 2016, MEA Mulai Diberlakukan

Hari ini Indonesia resmi memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Barang dan jasa dari semua negara anggota ASEAN ditambah akan lebih bebas untuk masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya, ekspor barang dan jasa Indonesia ke negara-negara tersebut lebih bebas. Nantinya, kawasan perdagangan bebas ini akan diperluas ke Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Indonesia akan memasuki pasar bebas Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 1 Januari 2016. Kesepakatan yang dilakukan oleh 10 negara anggota ASEAN pada 2007 itu akan menciptakan pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara.

Pengertian MEA
Memasuki tahun 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan termasuk di Indonesia. MEA itu singkatan untuk bahasa Indonesia namun dalam bahasa Inggris ditulis dengan istilah ASEAN Economic Community (AEC).


Apa itu MEA ?
MEA atau AEC adalah bentuk kerjasama antar anggota negara-negara ASEAN yang terdiri dari Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Melalui MEA yang diawali tahun 2016 terjadi pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020.

Jelas dengan diberlakukannya MEA atau AEC mulai tahun 2016 ini persaingan usaha akan semakin sengit. Apakah pelaku usaha di Indonesia sudah siap dalam menghadapi persaingan yang teramat ketat selama MEA ini ?

Beberapa persyaratan umum harus dimiliki sebuah negara supaya produk barang dan jasa bisa bersaing antara negara ASEAN yakni negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif.

Misalnya saja dari sisi sektor ketenaga kerjaan. Jika para pekerja profesional tidak bersiap dengan baik mereka akan kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara serumpun yang masuk dalam MEA.

Bagaimana dengan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM), sudah siapkan menghadapi MEA ? Siap tidak siap, MEA sudah berlaku jadi harus siap.

Dari beberapa sumber online disebutkan bahwa hal yang bisa dilakukan oleh pengusaha UKM untuk menghadapi persaingan usaha saat MEA seperti memberikan prosedur Bea Cukai yang lebih sederhana. Adanya Sistem Self-Certification, Harmonisasi Standar Produk, dan juga mengubah image bahwa barang luar lebih bagus dari barang lokal.


Tanpa upacara khusus, kemarin 31 Desember 2015, secara resmi MEA mulai diberlakukan. Dalam MEA, pasar untuk produk kita tidak lagi sebatas 240 juta penduduk Indonesia, tetapi 615 juta penduduk di 10 negara ASEAN.

Kesepakatan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN muncul pada saat KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 atau sudah 12 tahun yang lalu di era Presiden Megawati.


Dalam Blue Print Masyarakat Ekonomi ASEAN itu terdapat Empat Pilar pendekatan strategis, yakni:
1. Menuju pasar tunggal dan basis produksi;
2. Menuju wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi;
3. Menuju kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang;
4. Menuju integrasi penuh dengan ekonomi global.

MEA secara ringkas berisi lima hal: diberlakukannya arus bebas antar sesama negara di ASEAN, meliputi :
1. Arus bebas Barang
2. Arus bebas Jasa
3. Arus bebas TK Trampil.
4. Arus bebas Modal
5. Arus bebas Investasi

Untuk kelima hal tersebut, kita punya kesempatan yang sama. Apakah kita akan menyerbu negara Asean lain dengan Barang, Jasa, Tenaga Kerja Trampil, Modal dan Investasi, atau sebaliknya justru kita yang akan diserbu. Semuanya tergantung dari strategi bisnis kita.

Jangan kaget kalau akan banyak Kantor-kantor Akuntan Singapura, Konsultan-Konsultan Penilai Malaysia, Pengacara² Filipina, POM Bensin Petronas, salon-salon Vietnam, warung-warung Filipina, bengkel Myanmar atau bahkan Panti Pijat Thailand akan ada di lingkungan rumah kita, bersaing langsung dengan usaha kita.

Juga pasar tenaga kerja kita akan diserbu tenaga² profesional dari negara² Asean. Akan lebih banyak nanti orang2 Malaysia, Filiphine, Thailand atau Singapore bareng satu lift dengan kita di gedung yang sama.

Bagaimana kita bisa survive ?
Kuncinya Indonesia Incorporated !, Indonesia first . Kita harus bersatu sebagai bangsa Indonesia, bangga dengan produk dalam negeri, utamakan produk bangsa Indonesia (Indonesia first). Dengan membeli produk Indonesia sebagai prioritas, bantu dan dukung usaha bangsa Indonesia sendiri dan berlomba memberi layanan yang makin baik, cepat dan profesional.

Tentu saja produk kita dan layanan kita harus berkualitas, sehingga mampu bersaing secara fair.

Di bidang SDM kita juga harus siap bersaing lebih ketat. Kuncinya kualitas SDM kita harus unggul dan profesional. Kemampuan komunikasi Bahasa Asing kita juga harus ditingkatkan. Tentunya kita tidak menginginkan kita sendiri dan anak² cucu kita jadi jongos di negeri kita sendiri bukan?. Oleh karenanya Universitas² kita harus mampu meningkatkan kulitas lulusannya. Perusahaan-Perusahaan Dalam negeri kita juga jangan bermental inlander, yang menganggap bahwa orang Asing itu pasti lebih hebat. Pengusaha kita harus juga mengusahakan lulusan dalam negeri kita yg berkualiitas dibanding Tenaga dari negeri tetangga.

Di samping itu semua ketahanan budaya dan keagamaan kita juga harus diperkuat. Pendidikan ahlak dan Agama harus dimulai sejak dini di lingkungan rumah kita masing², agar anak² kita kelak tidak larut dan terombang-ambing dalam arus globalisasi.


Adapun bentuk kerjasamanya ialah
– Pengembangan pada sumber daya manusia dan adanya peningkatan kapasitas
– Pengakuan terkait kualifikasi profesional
– Konsultasi yang lebih dekat terhadap kebijakan makro keuangan dan ekonomi.
– Memilik langkah-langkah dalam pembiayaan perdagangan.
– Meningkatkan infrastruktur.
– melakukan pengembangan pada transaksi elektronik lewat e-ASEAN.
– Memperpadukan segala industri yang ada diseluruh wilayah untuk dapat mempromosikan sumber daerah.
– meningkatkan peran dari sektor swasta untuk dapat membangun MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Pentingnya digalakkannya perdagangan eksternal kepada ASEAN dan keperluan dalam komunitas ASEAN yang secara keseluruhan untuk tetap dapat menatap kedepan.

Adapun ciri-ciri utama MEA
– Kawasan ekonomi yang sangat kompetitif.
– Memiliki wilayah pembangunan ekonomi yang merata.
– Daerah-daerah akan terintegrasi secara penuh dalam ekonomi global
– Basis dan pasar produksi tunggal.

Ciri-ciri ini akan sangat saling berkaitan dengan kuat. Dengan memasukkan pada unsur-unsur yang paling dibutuhkan dari setiap masing-masing ciri-ciri dan mesti dapat memastikan untuk konsisten dan adanya keterpaduan dari unsur-unsur dan pelaksanaannya yang tepat dan bisa saling mengkoordinasi antara para pemangku kekuasaan atau kepentingan yang punya relevansi.

Tujuan dari diciptakannya MEA ini, berdasarkan piagam ASEAN adalah dalam upaya meningkatkan perekonomian kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah regional dan internasional agar ekonomi tumbuh merata. Juga meningkatkan taraf hidup masyarakat ASEAN.

Konsekuensi diberlakukannya MEA yaitu liberalisasi perdagangan barang, jasa, tenaga terampil tanpa hambatan tarif dan non tarif. Akibatnya kompetisi perdagangan di ASEAN akan semakin ketat.

Indonesia akan diserbu dengan arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terampil. Demikian sebaliknya, Indonesia dapat menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara.

Tidak hanya itu, MEA juga membuka pasar tenaga kerja profesional. Ada delapan profesi yang dibuka (free of skill labour) saat MEA mulai bergulir yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. Dibukanya delapan profesi tersebut untuk tenaga asing berpotensi mendorong peningkatan pengangguran dari kalangan terdidik.

Kesiapan Indonesia menghadapi MEA bisa menjadi peluang, tapi juga ancaman bagi Indonesia.

Presiden Joko Widodo menegaskan kesiapan dan optimisme Indonesia dalam menghadapi MEA. Jokowi meminta rakyat Indonesia tidak perlu takut menghadapi MEA. Bahwa seharusnya negara lain takut negaranya akan kebanjiran produk dan tenaga kerja dari Indonesia.

Hal sama juga diutarakan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengatakan masyarakat, khususnya para pelaku usaha bisa memanfaatkan kesempatan besar di balik tantangan besar ini untuk capai perdagangan investasi di ASEAN ini.

"Dengan diberlakukannya MEA, Indonesia punya peluang yang luas untuk mengembangkan potensi pasar ekspor, termasuk orientasi bisnis," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, di Jakarta, Kamis 31 Desember 2015.

Namun kekhawatiran dan pesimisme diungkapkan oleh sejumlah menteri kabinet kerja. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tenaga kerja Indonesia hanya akan berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di 'negeri orang'. Sedangkan negara tetangga seperti Filipina, justru tenaga kerjanya lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja dalam negeri.

"Kita household (pembantu rumah tangga). Filipina itu housekeeping yang kerjanya terima telpon, mengatur jadwal supir, dan bersihin tempat tidur. Kita akan bersaing di MEA nanti. Mau jadi apa orang kita. Tukang cuci piring?" ujarnya.

Ia mengatakan, akar dari permasalahan ini tak lain karena kurangnya konsumsi asupan gizi yang berkualitas. Dia menegaskan, di tengah era kompetisi seperti sekarang, perbaikan dari sisi seperti ini memang perlu dilakukan. Dengan demikian, para tenaga kerja Indonesia nantinya bisa bersaing juga dengan negara lain.

"Kemampuan kita dianggap kurang cepat dan kurang tanggap. Karena masyarakat tidak sempat menikmati makanan bergizi. Kita harus perbaiki ini. Pemerintah sudah pikirkan bagaimana mengejar kualitas, bukan kuantitas," kata Susi.

Menteri Perindustrian, Saleh Husin, juga tak memungkiri MEA akan mengancam beberapa sektor industri dalam negeri. Pasar elektronik akan dibanjiri oleh produk impor, seperti barang komponen elektronik, barang teknologi informasi, industri bahan baku, dan alat-alat rumah tangga.

"Negara yang kemungkinan besar akan menyerang pasar Indonesia antara lain yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura," 


Kualitas Indonesia Masih Rendah
Dari segi kesiapan Indonesia menghadapi berbagai masalah, terutama terkait kualitas barang dan jasa tenaga kerja. Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengkajian Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, jika Indonesia telah memasuki MEA maka akan ada dampak negatif dan positif.

"Negatifnya, jika kita kalah bersaing, produk dan jasa kita tidak laku dan itu akan membuat pengangguran bertambah," ujar Ketua LP3E Kadin, Didik J Rachbini di kantor Kadin, Jakarta, Rabu, 30 Desember 2015.

Untuk segi positifnya, yakni produk dan jasa dalam negeri memiliki daya saing, dan Lapangan kerja baru bertambah karena bertambahnya perusahaan baik perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing.

Persiapan MEA 2016 - Rapat Kerja Komisi 6 dengan Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri BUMN, Menteri Koperasi dan UKM, Kepala BKPM dan Kepala BSN


Pada 6 April 2015 Komisi 6 mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel, Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM), AAGN Puspayoga, Menteri Badan Usaha Milik Negara (MenBUMN) Rini Soemarno, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani dan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya, terkait penguatan industri gula, Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN, standarisasi dan Kawasan Ekonomi Khusus dalam persiapan Masyarakat Ekonomi Asean 2016 (MEA 2016).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi 6 Achmad Hafisz Tohir dari Sumsel.

"Begitu juta dari sisi kependudukan, kita sudah mendapat bonus demografi. Jika dimanfaatkan dengan baik bisa menjadi mesin pertumbuhan. Jika tidak, maka akan menjadi bencana kependudukan," kata dia.

Didik juga menjelaskan, jika dilihat dari kualitas tenaga kerja Indonesia saat ini, pemerintah harus berputar otak supaya para tenaga kerja Indonesia bisa bersaing di MEA.

Hal ini dikarenakan, hingga kini hampir separuh atau 47,1 persen dari tenaga kerja Indonesia adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah. "Sehingga ini sulit mendapat tenaga kerja dengan kualifikasi keterampilan dan keahlian yang cukup," kata dia.

Didik menambahkan, hal ini juga tercemin dengan kondisi kualitas sumber daya manusia dan ketenagakerjaan yang kurang berkualitas dan masih kalah dari negara tetangga yang ada di ASEAN.

Institute of Management Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss pernah melaporkan hasil penelitiannya berjudul IMD World Talent Report 2015. Penelitian ini berbasis survei yang menghasilkan peringkat tenaga berbakat dan terampil di dunia tahun 2015.

IMD menempatkan Indonesia di peringkat ke-41 dari 61 negara yang disurvei. Peringkat Indonesia turun dari peringkat tahun sebelumnya di 25 pada 2014. Posisi Indonesia berada jauh di bawah posisi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand.

Peringkat ini dihitung dengan bobot tertentu dengan mempertimbangkan tiga faktor yaitu faktor pengembangan dan investasi, faktor daya tarik suatu negara, dan faktor kesiapan sumber daya manusia.



Optimis Kuasai Pasar ASEAN?
Optimisme datang dari dunia usaha. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan 1 Januari 2016 disambut dengan optimis oleh para pengusaha.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) optimistis bisa menguasai pasar ASEAN dengan adanya MEA.

"Kami melihatnya positif. Justru pemikiran kami, kita harus menjadi pemimpin ASEAN dan menargetkan ke sana, bukan posisinya menghadang mereka," kata Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani, ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, pada Kamis 31 Desember 2015.

Hariyadi mengatakan bahwa produk-produk Indonesia tidak kalah bersaing dengan produk-produk buatan negara-negara ASEAN, baik dari kualitas maupun harga. Bahkan, dia optimistis produk Indonesia tidak bisa tergantikan di pasar ASEAN.

"Misalnya batik. Rasanya berat kalau produk-produk ASEAN mau menggantikan produk kita (yang ini)," kata dia.

Namun, Hariyadi mengakui masih ada produk Indonesia yang kalah dari negara-negara ASEAN. Misalnya, produk hortikultura seperti buah, kualitas buah-buahan Indonesia masih di bawah Thailand. Dia memandang hal ini menjadi motivasi untuk memperbaiki sektor hortikultura supaya bisa lebih unggul.

"Artinya, itu cambuk buat kita (supaya bisa memperbaiki kualitasnya)," kata dia.

Hariyadi melihat negara-negara di kawasan ini, belum menggarap pasar ASEAN sepenuhnya. Dia mengaku, pihaknya pun tidak begitu khawatir dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

"Mereka lebih banyak mengekspor ke Amerika dan Eropa. Justru yang di ASEAN itu sisanya," kata dia.

Justru yang dikhawatirkan pengusaha adalah Tiongkok. Hariyadi mengatakan Negara Tirai Bambu ini merupakan negara produsen dan eksportir terbesar di dunia. Pengusaha khawatir dengan serbuan produk buatan Tiongkok ke pasar dalam negeri.

"Apalagi saat ini mereka lagi jatuh dan jualan ke mana-mana. Potensi mereka menguasai wilayah cukup besar, terlebih saat yuan dilemahkan," kata dia.


Tantangan Berat
Menjelang MEA, Industri Unit Kecil Menengah (UKM) dan Unit Menengah Kecil Mikro (UMKM) berpotensi akan mengalami kesulitan tersendiri dalam menghadapi persaingan pasar bebas.

Peneliti Senior Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zamroni Salim mengatakan, pada dasarnya industri seperti UKM dan UMKM tersebut mampu berdiri sendiri. Akan tetapi, UKM dan UMKM kesulitan modal untuk mengembangkan produk-produk yang mampu berdaya saing, seiring dengan tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang terlampau tinggi.

"Kalau saya lihat, industri UKM itu bisa mandiri. Tapi kendala utamanya itu modal. Sangat tidak kompetitif sekali pinjaman modal dengan bank. Tingkat suku bunga memberatkan," kata dia.

Koordinator Solidaritas Indonesia for Asean Peoples (SIAP), Dedi Ali Ahmad, mengatakan Pemerintah, swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri bebas dari segala bentuk dominasi di bidang apapun. Indonesia harus mandiri dan bebas dari segala bentuk intervensi dan dominasi dalam bidang apapun.

"Kita harus meningkatkan produk berkualitas dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau dan bisa diterima disemua lapisan masyarakat baik secara nasional, regional dan internasional," ucapnya. (IRIB Indonesia/VIVA/RA)


Jadi MEA bawa berkah atau musibah? 
Semua Tergantung kpd pemerintah dan masyarakat Indonesia. Sepanjang anda siap utk kompetisi dan adu keahlian, maka anda anda survive serta mungkin lead the wave! Selamat berkompetisi bersama MEA !!!    ~Djon Liem~  

Semoga semua Saudara² ku selalu Sehat Wal’afiat dan Sukses.
Link dan Share untuk Pencerahan yang Lain.
Semoga Bermanfaat untuk Kita semua Sobat.
Semoga Kita Selalu Sehat Wallafi'at.
Semoga Bermanfaat Sobat.


Sumber Referensi:
FaceBook: Bebet Tray
https://www.facebook.com/triyorosa
https://www.facebook.com/triyorosa/posts/1054449271243712
http://indonesian.irib.ir/editorial/cakrawala/item/105646-1-januari-2016,-mea-mulai-diberlakukan
http://news.hargatop.com/2016/01/04/2016-mea-dimulai-pengertian-apa-itu-mea-masih-banyak-masyarakat-indoensia-yang-tidak-mengerti/4119821.html
http://pengertian.website/pengertian-mea-dan-ciri-ciri-masyarakat-ekonomi-asean/
Lembaga Penelitian Pendidikan Penerapan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)  http://www.lp3es.or.id/

http://djonliem.blogspot.com/2016/04/1-januari-2016-mea-mulai-diberlakukan.html


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar